Lambatnya Proses Pengadaan Barang dan Jasa Sebabkan Serapan Anggaran Tidak Maksimal

oleh -141 Dilihat

SANGATTA. Lambatnya Proses Pengadaan Barang dan Jasa Sebabkan Serapan Anggaran Tidak Maksimal – Dalam nota penjelasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanan APBD Tahun Anggaran 2022 yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Kutai Timur (Kutim) Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mengapresiasi upaya pemerintah dalam menyusun dan menyajikan laporan pertanggungjawaban APBD 2022.

Dalam pandangan umumnya Fraksi PDI Perjuangan yang disampaikan Faizal Rachman mewakili Fraksinya pada Rapat Paripurna Ke – 11, dengan agenda Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-Fraksi dalam Dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022 di ruang Sidang Utama Gedung DPRD Kutim, Kamis (15/6/2023) kemarin memberikan beberapa catatan penting diantaranya mengenai evaluasi pelaksanaan APBD 2022.

“Fraksi PDI Perjuangan mengakui adanya peningkatan pendapatan daerah pada tahun 2022 yakni sebesar Rp 5,12 triliun. Dalam kesempatan ini juga PDI Perjuangan akan mendalami serta meneliti secara cermat bersama dengan pemerintah, terutama tentang peningkatan yang terjadi pada pendapatan tersebut,” kata Faizal Rachman.

Lanjut Faizal, PDI Perjuangan akan melihat sektor-sektor apa yang kemudian menjadi penyebab peningkatan pendapatan di tahun 2022, dengan harapan agar pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan pendapatan melalui diversifikasi sumber-sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan dan terhindar dari ketergantungan pada sektor tertentu.

Fraksi PDI Perjuangan juga mengapresiasi realisasi belanja daerah yang telah dilakukan oleh Pemda Kutim. “Kami mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas belanja daerah agar lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat,” ucapnya.

Namun PDI Perjuangan berharap Pemkab Kutim memperhatikan realisasi belanja daerah baik belanja operasional maupun belanja modal yang masih belum maksimal, yakni belanja operasional hanya 87,30% dan belanja modal yang hanya terealisasi Rp 1 triliun dari anggaran Rp 1,29 triliun.

“Kami menilai bahwa serapan belanja daerah yang tidak maksimal dikarenakan lemahnya koordinasi antara unit kerja di lingkungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, kurang pemahaman dan keterampilan aparatur dalam mengelola dan melaksanakan anggaran secara efektif dan efisien serta lambatnya proses pengadaan barang dan jasa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan,” sebutnya.

Selanjutnya Fraksi PDI Perjuangan mencatat besarnya SiLPA pada Tahun Anggaran 2022 yakni sebesar Rp 1,581 triliun.

Lambatnya Proses Pengadaan Barang dan Jasa Sebabkan Serapan Anggaran Tidak Maksimal

“Jika terdapat SiLPA yang cukup besar, hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan antara pendapatan dan belanja daerah. Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa keberadaan SiLPA yang signifikan menunjukan ketidakefisienan dalam perencanaan dan penggunaan angaran daerah. Kami Fraksi PDI Perjuangan akan mempelajari dan membahas secara mendalam untuk mengidentifikasi penyebab besarnya SiLPA dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperlukan,” tegasnya.

Dalam pandangan umumnya Fraksi PDI Perjuangan menyoroti serta akan mempelajari kembali persoalan serapan belanja daerah yang tidak maksimal dalam pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2022.

Post Views: 21

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *